Total Tayangan Halaman

Kamis, 04 September 2014

“Baiklah Hidup Kita dipimpin Oleh Roh: KEMURAHAN dan KEBAIKAN”

“Tetapi buah Roh ialah kasih, sukacita, damai sejahtera,kesabaran,kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri.” (Gal. 5:22-23)


Siapakah sosok yang terkenal sebagai orang yang murah hati di dalam injil? Ya, laki-laki itu. Laki-laki yang sedang dalam perjalanan dan menolong seorang yang terluka, yang babak belur setelah dirampok habis-habisan oleh para penjahat. LAI memberi judul perikop ini: "Orang Samaria yang Murah Hati" (lihat Lukas 10:25-37). Pantaslah kalo laki-laki ini disebut murah hati.

  1. Ia tak mengenal yang ditolongnya ini.
  2. Ia tidak ambil kalkulator terlebih dahulu untuk berhitung akan kerugian yang akan dialaminya kalau menolong orang ini. 

Dengan penuh belas kasihan dia membalut luka-luka orang itu dan menaikkan ke kendaraan miliknya, membawa ke penginapan dan merawatnya.  Keesokan harinya ia memberi uang 2 dinar kepada pemilik penginapan dan berpesan supaya merawat orang itu. Ia juga berjanji akan kembali dan membayar semua kekurangannya (kalau 2 dinar itu kurang). Artinya ia menolong sampai tuntas dan tidak merugikan si pemilik penginapan itu.

Yesus dalam pertanyaan retorika nya mengajak pendengarnya berpikir, bahwa orang yang murah hati itulah yang layak di sebut sesama manusia.

Kemurahan hati dan kebaikan bagaikan dua anak kembar, dimana keduanya hanya dapat lahir dari hati yang tulus, penuh kasih, dan tidak hitung untung-rugi. Buah Roh ini makin jarang kita temui sebab relasi kita saat ini banyak diwarnai dengan nilai transaksional. "kamu pernah menolong aku, oke, suatu saat aku akan menolong kamu. Dan sebaliknya." Jangankan pada orang yang tak dikenal, pada sahabat, handai taulan saja kita berhitung.

Coba perhatikan ketika kita pergi ke pesta pernikahan tertentu. Penerima tamu dengan cekatan memberi nomor pada amplop-amplop yang datang. Tak cukup kita hanya mencatat nama kita ke daftar tamu, lalu memasukkan tanda kasih yang sudah kita siapkan ke kotak yang tersedia. "Harus diberi nomor bu" begitu kalimat penerima tamu saat saya, suatu saat langsung mengarahkan amplop saya ke kotak. Alasan beberapa orang adalah: "Biar tahu untuk mengembalikan kelak kalau sang tamu hajatan". Entah kenapa, saya dan suami kurang sreg dengan hal ini. Bukan karena jumlah isi amplop kami sedikit (rasanya sih kami tidak pelit-pelit amat dalam mengisi amplop undangan.hehehe), tapi karena rasanya kok orang memberi atau menerima kok lebih dinilai secara ekonomi daripada ketulusan di dalam memberi. Ah, tapi semoga dugaan saya dan suami salah ya. :)

Semoga kita ingat, bahwa buah roh yang satu ini mengajar kita untuk tidak hitung untung rugi dalam memberi. Dan kita mau dibimbing Roh kudus, penuh kemurahan dan kebaikan hati selama hidup kita. Amin.

 “Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh.” (Gal. 5:25)

(Darmawasih Manullang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar